
Menggunakan Musik Latar yang Tepat untuk Meningkatkan Keterlibatan Penonton
Coba bayangin… Kamu jadi tokoh utamanya, kamu harus jalan di lorong gelap. Gak ada dialog, cuman langkah kaki kamu aja. Lama kelamaan nada minor, ritmenya cepat, juga ada suara gesekan biola. Belum ada kejadian yang bikin tegang, tapi jantung penonton mulai terpacu. Itu merupakan salah satu kekuatan musik latar (backsound).
Di dunia produksi film, game, konten digital lainnya, musik berperan sebagai “sutradara kedua” yang memberikan arah bagi penonton untuk ikut merasakan suasananya. Kuncinya ada di pemilihan musik yang tepat.
Menurut penelitian Thompson et al., 2001, musik dapat mempengaruhi persepsi emosional penonton secara langsung melalui aktivasi amygdala di otak yang memproses rasa takut dan senang. Bisa diartikan bahwasanya musik bukan hanya hiasan, namun elemen yang terikat secara biologis bagi penonton.

Apa Emosi yang Ingin Disampaikan?
Fakta ilmiah menyebutkan bahwa musik dengan tempo cepat dan nada mayor dapat meningkatkan pelepasan dopamin (zat kimia di otak yang berperan dalam mengatur rasa) yang membuat penonton merasa lebih bersemangat.
Namun sebelum itu, pastikan terlebih dahulu rasa apa yang ingin kamu sampaikan kepada penonton. Kalau ingin menyampaikan rasa bahagia, kamu bisa coba menggunakan nada mayor, tempo cepat, instrumen cerah seperti ukulele atau piano. Kalau kamu ingin penonton merasa tegang atau ketakutan, coba nada minor, ritme repetitif, instrumen gesek atau synth dramatis. Kalau mau terasa haru dan melankolis, bisa pakai tempo lambat, instrumen akustik, juga nada lembut.
Sinkronisasi Tempo Cerita
Kalau musik kamu bisa sinkron dengan ritme adegan, itu bisa memperkuat sense of presence, seolah penonton berada di dalam cerita.
Contoh: La La Land (2016) jadi salah satu contoh film dengan nomor musikal seperti Another Day of Sun yang diselaraskan dengan gerakan kamera dan tarian. Ini membuat penonton larut dalam dunia musikal.
Penggunaan Musik untuk Transisi Emosi
Perubahan emosi penonton bisa kamu atur dengan mengubah musik secara bertahap (emotional modulation). Misalnya, dari ceria ke sedih. Kamu bisa turunkan tempo, lalu nada mayor ke minor.
Musik ini dijadikan sebagai jembatan untuk menghubungkan perubahan suasana antar adegan, supaya emosi penonton berpindah dengan halus dan alami, tidak mendadak.
Kamu bisa menonton film Inside Out (2015) saat transisi momen gembira Joy dan Bing Bong ke momen sedih di "Memory Dump" yang dimana musik mulai menurun temponya sebelum adegan emosional benar-benar muncul.
Atur Volume dengan Cermat
Kalau musik kamu sudah tepat dan dapat memperkuat cerita, gak lupa buat atur volumenya juga dengan baik. Musik yang terlalu keras saat dialog akan membuat penonton sulit mencerna percakapan dan musik yang terlalu pelan saat momen emosional akan mengurangi dampak adegan yang membuat rasanya tidak tersampaikan pada penonton.
Film Interstellar (2014), Hans Zimmer’s score sering dimainkan keras saat momen klimaks, tapi saat ada dialog penting seperti percakapan di pesawat luar angkasa, musik diturunkan volumenya agar suara tetap jelas. Ada juga film Laskar Pelangi (2008) yang musik latarnya mengalun lembut di bawah dialog untuk menjaga fokus, lau menjadi dominan di montase demi membangkitkan emosi.
Pastikan Musik Legal
Musik berhak cipta yang dipakai tanpa izin bisa membuat konten diblokir, dihapus, dan bisa memicu tuntutan hukum. Selain itu, hal ini menjadi bentuk menghormati karya musisi merupakan bentuk profesionalisme kreator.
Kamu bisa menggunakan musik dari royalty-free library seperti Epidemic Sound, Artlist, atau YouTube Audio Library. Baca lisensi dengan teliti dan pertimbangkan untuk membuat musik original dari komposer atau kamu bisa membuat musik kamu sendiri.
Sebagai contoh, Pixar dan Disney merupakan selalu memaki musik original atau berlisensi resmi sebagai upaya keamanan distribusi global. Ada juga film indie Indonesia yang memesan scoring langsung ke kompose lokal seperti Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (Aksan Sjuman).
Eksperimen dengan Kontras
Terkadang, penggunaan musik yang kurang cocok dengan suasana adegan bisa menciptakan efek dramatis, humor, atau ironi. Teknik ini dikenal sebagai emotional dissonance.
Kamu bisa pakai saat adegan aksi brutal yang diiringi musik ceria, ini bisa memberi efek satir atau komedi gelap. Kalau adegan sedih tapi musiknya upbeat itu bisa menimbulkan rasa pahit-manis (bittersweet).
Kamu bisa nonton film Indonesia Janji Joni (2005) sebagai contoh. Momen saat kejar-kejaran yang diiringi musik pop ceria membuatnya terasa komikal.
Musik latar dapat mempengaruhi emosi penonton, tidak hanya lewat telinga, tapi melalui respons biologis di otak juga. Memilih musik yang tepat dapat mengendalikan perjalanan emosional penonton dari awal hingga akhir cerita.